TINJAUAN PUSTAKA
Sport education yang sebelumnya diberi nama play education (Jewett dan Bain, 1985)
dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model ini berorientasi pada nilai rujukan Disciplinary Mastery (penguasaan
materi), dan merujuk pada model kurikulum Sport
Socialization. Siedentop banyak membahas model ini dalam bukunya yang
berjudul “Quality PE Through Positive
Sport Experiences: Sport Education”. Inspirasi yang melandasi adalah
kenyataan bahwa pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang
digunakan oleh guru dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain
terlihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks pendidikan jasmani tidak
lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya sering terabaikan.
Pembelajaran pendidikan jasmani lebih sering diajarkan melalui
teknik-teknik olahraga yang sering terpisah dari suasana permainan sebenarnya
atau jika pun melakukan permainan, permainan tersebut tidak sesuai dengan
hakikat kemampuan siswa serta kehilangan nilai-nilai keolahragaannya dan yang
lebih penting, tidak memberikan pengalaman yang lengkap pada siswa dalam
berolahraga. Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”.
Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini
kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif. Model sport education diharapkan mampu
mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh
para guru.
Enam
karakteristik model sport education yang seringkali absen dari
pembelajaran pendidikan jasmani pada umumnya adalah: musim, anggota team,
pertandingan formal, puncak pertandingan, catatan hasil, perayaan hasil
kompetisi. Berikut ini dijelaskan karakteristik tersebut:
a)
Musim
(season) merupakan salah satu
karakteristik dari model sport education yang di dalamnya terdiri dari
musim latihan dan kompetisi serta seringkali diakhiri dengan puncak kompetisi.
b)
Anggota
team merupakan karakteristik kedua dari model sport education. Semua siswa
harus menjadi salah satu anggota dari team olahraga dan akan tetap sebagai
anggota sampai satu musim selesai.
c)
Kompetisi
formal merupakan karakteristik ke tiga dari model sport education. Kompetisi dalam
model ini mengandung tiga arti, yaitu: festival, usaha meraih kompetensi, dan
mengikuti pertandingan pada level yang berurutan. Kompetisi formal dilakukan
secara berselang-seling dengan latihan dan format yang berbeda-beda: misal dua
lawan dua, tiga lawan tiga dan seterusnya hingga pada tingkatan yang sesuai
dengan kemampuan siswa.
d) Puncak pertandingan merupakan ciri khas
dari even olahraga untuk mencari siapa yang terbaik pada musim itu, dan ciri
khas ini dijadikan karakteristik ke empat dari model sport education. Dalam
pembelajaran permainan pada umumnya, pertandingan seperti ini sering dilakukan,
namun setiap siswa belum tentu masuk anggota team sehingga terkadang lepas dari
konteksnya.
e)
Catatan
hasil merupakan karakteristik ke lima dari model sport education. Catatan ini
dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan masuk goal, tendangan
ke goal, curang, kesalahan-kesalahan, dan sebagainya disesuaikan dengan
kemampuan siswa. Catatan ini dilakukan siswa dan guru untuk dijadikan feedback
baik bagi individu maupun team.
f)
Perayaan
hasil kompetisi merupakan karakteristik ke enam dari model sport education. Perayaan hasil
kompetisi seperti upacaya penyerahan medali berguna untuk meningkatkan makna
dari partisipasi dan merupakan aspek sosial dari pengalaman yang dilakukan
siswa. Keenam karakteristik model sport education ini oleh Siedentop dijadikan
alasan untuk mengatakan bahwa proses pembelajaran pada umumnya tidak lengkap
dalam mengajar siswa melalui olahraga.
1.
Perbedaan Sport Education dengan Sport
Perbedaan yang mencolok antara sport education dengan sport (olahraga) adalah: persyaratan partisipasi (participation requirements), keterlibatan yang sesuai dengan perkembangan siswa (developmentally appropriate involvement), dan peran yang lebih beragam (more diverse roles).
Perbedaan yang mencolok antara sport education dengan sport (olahraga) adalah: persyaratan partisipasi (participation requirements), keterlibatan yang sesuai dengan perkembangan siswa (developmentally appropriate involvement), dan peran yang lebih beragam (more diverse roles).
a) Persyaratan partisipasi (participation requirements). Sport
education menuntut adanya partisipasi penuh dari semua mahasiswa pada semua
musim. Tuntutan ini akan mempengaruhi pertimbangan dalam memilih jumlah team
dan anggota pada masing-masing team, dan karakteristik kompetisi yang
dilakukannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: (1) Sistem
gugur sedapat mungkin dihindari. (2) Jumlah anggota team yang terlalu banyak
juga harus dihindari sebab permainan cenderung akan didominasi oleh siswa yang
sudah terampil. (3) Puncak pertandingan harus merupakan even untuk semua siswa
tidak hanya untuk siswa atau team yang paling baik. (4) Semua siswa mendapat
kesempatan yang sama pada semua peran.
b) Keterlibatan yang sesuai dengan
perkembangannya (developmentally
appropriate involvement). Bentuk olahraga yang digunakan dalam sport
education harus sesuai dengan pengalaman dan kemampuan siswa. Semua olahraga
harus diberikan secara bertahap dan dimodifikasi namun menyeluruh pada keenam
karakteristik sport education tersebut di atas.
c) Peran yang lebih beragam (more diverse roles). Model sport
education menuntut siswa memainkan banyak peran daripada olahraga pada umumnya
yang hanya berperan sebagai pemain. Dalam model sport education, selain belajar
berperan sebagai pemain, siswa juga belajar sebagai pelatih, wasit, dan
pencatat skor. Pada kasus model tertentu, siswa dapat belajar sebagai manager,
instruktur, penyiar, dan penulis berita olahraga.
2.
Implementasi Model Sport Education
Menurut Siedentop (1995) seperti model-model pembelajaran lain, model sport education dapat diimplementasikan secara baik atau sebaliknya. Keberhasilan dan kegagalan model ini bergantung kepada bagaimana para guru, implementasinya. Menurut Siedento et al (2004) terdapat beberapa petunjuk dan saran untuk membantu para guru memulai implementasi model sport education kemudian membangun keberhasilan pada pelaksanaannya.
Jika para guru mencoba model sport education, maka mulailah dengan kemauan untuk berhasil melaksanakannya. Hal tersebut akan membuat perencanaan menjadi penting. Perencanaan pada percobaan awal harus memasukkan pertimbangan tentang olahraga yang dipilih, tingkat keterlibatan siswa, materi yang diperlukan untuk melaksanakannya secara mulus, serta strategi untuk menghasilkan atmosfir festival yang memotivasi siswa.
Model sport education memerlukan partisipasi penuh dari para siswa. Sedangkan permasalahannya tetap klasik, yaitu bahwa waktu untuk pembelajaran sangat terbatas, padahal mahasiswa harus tetap memiliki pengalaman berhasil sebanyak mungkin. Oleh karena itu, cabang olahraga formal yang dilaksanakan dengan format sebenarnya harus dipertimbangkan akibatnya. Hampir semua cabang olahraga dapat dimodifikasi untuk membuatnya lebih bersifat tepat sesuai perkembangan (developmentally appropriate) serta memastikan adanya keterlibatan penuh dari siswa. Partisipasi di sini berarti benar-benar melaksanakan keterampilan dan terlibat dalam permainan strategis sebagai seorang anggota regu. Sudah bukan rahasia bahwa permainan yang dilakukan secara formal akan menyebabkan siswa yang terlibat dalam permainan tidak benar-benar berpartisipasi.
Menurut Siedentop (1995) seperti model-model pembelajaran lain, model sport education dapat diimplementasikan secara baik atau sebaliknya. Keberhasilan dan kegagalan model ini bergantung kepada bagaimana para guru, implementasinya. Menurut Siedento et al (2004) terdapat beberapa petunjuk dan saran untuk membantu para guru memulai implementasi model sport education kemudian membangun keberhasilan pada pelaksanaannya.
Jika para guru mencoba model sport education, maka mulailah dengan kemauan untuk berhasil melaksanakannya. Hal tersebut akan membuat perencanaan menjadi penting. Perencanaan pada percobaan awal harus memasukkan pertimbangan tentang olahraga yang dipilih, tingkat keterlibatan siswa, materi yang diperlukan untuk melaksanakannya secara mulus, serta strategi untuk menghasilkan atmosfir festival yang memotivasi siswa.
Model sport education memerlukan partisipasi penuh dari para siswa. Sedangkan permasalahannya tetap klasik, yaitu bahwa waktu untuk pembelajaran sangat terbatas, padahal mahasiswa harus tetap memiliki pengalaman berhasil sebanyak mungkin. Oleh karena itu, cabang olahraga formal yang dilaksanakan dengan format sebenarnya harus dipertimbangkan akibatnya. Hampir semua cabang olahraga dapat dimodifikasi untuk membuatnya lebih bersifat tepat sesuai perkembangan (developmentally appropriate) serta memastikan adanya keterlibatan penuh dari siswa. Partisipasi di sini berarti benar-benar melaksanakan keterampilan dan terlibat dalam permainan strategis sebagai seorang anggota regu. Sudah bukan rahasia bahwa permainan yang dilakukan secara formal akan menyebabkan siswa yang terlibat dalam permainan tidak benar-benar berpartisipasi.
Meskipun
hakikat khusus dari setiap peran berbeda dari situasi ke situasi, berikut
adalah tugas yang harus dijalankan oleh setiap peran tersebut:
a) Pelatih atau kapten regu bertugas memimpin
pemanasan, mengarahkan latihan keterampilan dan strategi, membantu membuat
keputusan tentang susunan pemain, menyerahkan susunan pemain tadi kepada
pengajar atau manajer, dan umumnya memberikan pengarahan untuk regunya sendiri.
b) Asisten Pelatih atau
kapten membantu kapten dan mengambil alih peranan mereka jika mereka tidak
hadir.
c) Wasit bertugas
memimpin pertandingan, membuat keputusan tentang peraturan, dan secara umum
menjaga agar pertandingan berlangsung tanpa gangguan.
d) Pencatat nilai
mencatat skor penampilan ketika hal itu terjadi, menjaga penghitungan yang
masih berubah dari kompetisi yang masih berlangsung, mengumpulkan skor, dan
menyerahkan hasil akhir kepada personel yang tepat (guru, manajer, atau
statistisian).
e) Statistisian mencatat
data penampilan yang menojol, menggabungkannya ketika sudah tuntas,
menyimpulkan keseluruhan kompetisi, dan menyerahkan data tersebut kepada pihak
yang berwenang (guru, reporter, atau manajer).
f) Reporter mengambil
catatan dan statistik yang terkumpul dan mempublikasikannya. Publikasi ini
diterbitkan melalui lembaran mingguan olahraga, koran sekolah, poster, atau
newsletter khusus model sport education.
g) Manajer sering
digunakan untuk membedakan peran kepemimpinan dari pelatih dari tugas
administratif suatu regu. Manajer bertugas menyerahkan formulir yang
diperlukan, membantu menetapkan peranan yang tepat sebagai atlet, wasit,
pencatat nilai, atau sejenisnya, dan secara umum menetapkan fungsi-fungsi
administratif tentang tanggung jawab regu.
h) Trainer bertanggung
jawab untuk mengetahui cedera umum yang terkait dengan olahraga, mendapatkan
akses pada tindakan pertolongan pertama, dan untuk melapor kepada pengajar
tentang setiap masalah cedera selama latihan atau pertandingan. Meskipun mereka
tidak harus memberikan pertolongan pertama tanpa pengawasan pengajar, mereka
dapat membantu pengajar dalam pengadministrasian pertolongan pertama dalam
dalam rehabilitasi berikutnya.
i) Penyiar dapat
memperkenalkan para pemain dan menjelaskan jalannya permainan yang sedang
berlangsung selama pertandingan.
Peran-peran
tersebut di atas dapat dengan mudah dipelajari ketika terdapat deskripsi yang
dan kriteria yang jelas terhadap penampilan peran tersebut. Salah satu cara
untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membuat sebuah booklet yang
menjelaskan tugas dari setiap peran dan menjelaskan secara tepat tugas yang
harus diselesaikan serta kapan harus dilaksanakannya. Booklet semacam itu harus
diserahkan kepada para siswa dan dikembalikan secara utuh pada akhir musim
pertandingan (pengajar membuat aturan tentang pengembalian dalam sistem
akuntabilitas yang harus dipenuhi).
3.
Program Evaluasi
Contoh
penilaian di bawah ini menggambarkan bagaimana sport education dinilai. Pengajar
menggunakan daftar periksa (checklist)
keterampilan untuk menetapkan tingkat kemampuan siswa dalam pertandingan.
Daftar periksa tersebut dapat juga digunakan untuk tujuan penilaian. Daftar
tersebut menunjukkan kemajuan dan penyelesaian yang berhasil dalam keterampilan
yang relevan. Rangkaian itu merupakan jenis penampilan yang relevan untuk
dinilai dan mewakili keterampilan otentik dalam sport education.
Dalam
beberapa model, tes tertulis tentang bagaimana memainkan dan mewasiti suatu
cabang olahraga dapat juga digunakan. Dalam pembelajaran voli, siswa melakukan
satu paket keterampilan setiap hari dengan dicatat oleh kapten regu
penampilannya. Penampilan harian ini dikumpulkan dan disajikan sebagai sebuah
penampilan semusim pertandingan. Kumpulan catatan demikian juga memberikan
informasi penilaian yang berguna. Catatan demikian menunjukkan kemajuan selama
pembelajaran dan sekaligus tingkat penampilan otentik dan absolut dari siswa.
Dalam model
sport education
yang memilih program peningkatan kebugaran (kekuatan), terdapat tantangan
harian dan mingguan di samping catatan angkatan dalam seluruh musim. Data
tersebut tentu akan dapat digunakan untuk tujuan penilaian. Catatan tersebut
dapat digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan dan juga tingkat penampilan
absolut siswa. Dalam model sport education, tujuan dari pembelajaran atau
musim kompetisi dalam cabang olahraga tertentu disajikan bersama-sama dengan
cara penilaiannya. Data dari hasil penilaian tersebut dikumpulkan sebagai satu
bagian teratur dari siswa selama musim sport education.
0 komentar:
Posting Komentar