Memahami Ilmu Pengetahuan Melalui Sepak Bola
Pagi ini, rekan saya yang telah memiliki satu putra, Aditya Nugroho, mengirim
message singkat “coba baca tulisan Mahir Pradana yang ada di Bola Total”. Dia
kemudian memberi link nya via twitter.
Tulisan yang berjudul “Mempelajari Lapangan Hijau dari Ruangan Kelas” itu
secara bahasa disampaikan secara sederhana dan jujur. Substansi yang dia
sampaikan yang menjadi senjata utama tulisan yang akhirnya mampu membuat saya
berefleksi dan menuliskan kata demi kata ini di tengah kesibukan saya.
Sederhananya, tulisan itu hendak bilang kalau di Eropa, sepak bola tak hanya
sekadar olahraga 11 melawan 11 yang merebutkan bola. Namun, bisa pula untuk
menjelaskan fenomena ekonomi. Si penulis belajar di Master of Business
Administration, Universitat Bern. Dan dia banyak belajar dari sepak bola untuk
memahami teori dan konsep ekonomi.
Profesor nya pun sering menggunakan sepak bola untuk menjelaskan materinya.
Bahkan ada profesor yang lebih memilih Guus Hidding daripada Steve Jobs untuk
mempresentasikan tentang sosok yang memiliki leadership lintas cultural.
Di bagian akhir, tulisannya menyinggung tentang harkat dan martabat sepak
bola di dalam negeri. Ya, seperti yang sudah kita tahu bersama, sepak bola di
negeri ini belum dianggap sebagai potret serius dari berbagai sektor. Kalaupun,
mau serius tentang sepak bola pasti itu hanyalah untuk kepentingan politik.
Bagi ilmu pengetahuan ? Ah sepak bola kan hanya obrolan warung kopi yang tak
layak masuk rak di perpustakaan perguruan tinggi.
Melalui tulisan ini saya hendak mengutarakan beberapa hal terkait dengan itu
semua. Pertama, sepak bola sebenarnya tak buruk - buruk amat di ranah ilmu
pengetahuan. Di kampus saya, Universitas Gadjah Mada, sudah ada beberapa
skripsi yang menulis sepak bola sebagai objek bahasan. Anda bisa menemukannya
di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Sejauh ini saya baru menemukan di Fisipol,
belum sampai ke Fakultas Ekonomi. Mungkin sepak bola di Indonesia memang baru
bisa menjelaskan mengenai fenomena sosial dan politik, terutama terkait politik
lokal dan pemilihan umum.
Tapi, beberapa waktu lalu, ada teman dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
yang belajar mengenai seni dan desain berbincang dengan saya tentang sepak
bola. Rupanya dia sedang menyusun tugas akhir tentang aspek desain untuk
periklanan. Adapula mahasiswa di Jakarta yang mengerjakan TA nya tentang
Jakmania. Pernah di share oleh akun @JakOnline. Dan masih banyak lagi contoh
lainnya.
Kedua, saya pribadi telah lama tertarik untuk mengaitkan ilmu pengetahuan
dan sepak bola. Sayangnya, banyak sekali hambatan. Setahun yang lalu, bersama
teman dari Forum Olahraga Fisipol kami ingin ada lembaga riset yang
berkonsentrasi di bidang olahraga. Kebetulan saat itu akan dibentuk Pusat Studi
Pemuda. Harapan kami bisa menjadi Pusat Studi Pemuda dan Olahraga. Kami sempat
menggelar diskusi umum tentang sepak bola nasional. Sayang akhirnya keinginan
kami tak terwujud.
Walaupun demikian, saya tetap ingin suatu saat bisa mewujudkan itu semua.
Seperti halnya mas Mahir, saya juga membaca Soccernomics karya Simon Kuper dan
sekarang sedang membaca tulisan Franklin Foer. Ada beberapa buku lain tentang
sepak bola yang sudah saya lahap maupun yang belum sempat saya buka sampulnya.
Selain saya pribadi, ada beberapa kawan juga yang tertarik untuk
mengembangkan ini. Mas Fajar Junaidi, rekan saya yang menjadi staf pengajar di
perguruan tinggi swasta Yogyakarta pun tertarik. Dia juga sudah mengeluarkan
karya, seperti film Arema Agama Kedua dan buku tentang Bonek: Komunitas
Suporter Pertama di Indonesia. Faris Rusydi, seorang aremania, yang menulis
skripsinya tentang Arema. Untuk kelas nasional mungkin kita tahu ada
Andibachtiar Yusuf yang konsisten menghasilkan film bertemakan sepak bola.
Ketiga, sepak bola di masyarakat kita kebanyakan masih dianggap “hanya”
olahraga biasa, bahkan punya stigma negatif yang dianggap sering bikin
kerusuhan, dan lainnya. Oleh karenanya, pertama - tama kita perlu sama - sama
mengedukasi masyarakat tentang hal ini. Sepak bola bisa menjadi sarana untuk
belajar tentang ilmu pengetahuan.
Berangkat dari situlah, saya bersama teman - teman Football Fandom membahas
hal lain selain sepak bola, tetapi masih berkaitan dengannya. Tak hanya online,
kami juga melakukannya secara offline. Dengan bantuan Edward Samadio Kennedy,
Lukman Hakim, Swadesta, dan lainnya kami kini punya forum diskusi bernama
Hyperbola yang diselenggarakan tiap dua minggu di Yogyakarta. Yang hadir
kebanyakan mahasiswa.
Topik yang kami angkat berbeda - beda. Namun, dalam koridor yang menarik,
yaitu “Memahami Dunia Melalui Sepak Bola”, terdengar seperti tulisan Franklin
Foer bukan ?
Demi kemajuan sepak bola Indonesia, cepat atau lambat kita memang perlu
melakukan hal seperti ini. Kita perlu membuat diri kita cerdas. Tak hanya
pandai mengumpat dan mengkritik elit sepak bola. Tapi, mulai pula melakukan
pergerakan perubahan.






0 komentar:
Posting Komentar