Sepak Bola Basis Primitif Vs Sepak Bola Basis
Iptek
laga sepak bola yang mempertemukan Indonesia versus
Belanda semalam menjadi hiburan dan demam tersendiri bagi insan penyuka sepak
bola tanah air. Terlihat dari antusiasme mereka menyambut Timnas Die
Oranje Belanda dari mulai tiba di Bandara Halim sampai menyaksikan langsung di
GBK senayan.
Sebuah antusisme wajar tentunya mengingat kedua tim
(Indonesia dan belanda) memiliki ikatan historis. Belanda lah yang
mengajarkan dan memperkenalkan sepak bola bagi pribumi Hindia belanda.
Sehingga Hindia belanda sebutan Indoensia pada waktu itu pernah tembus ke
perhelatan Piala dunia tahun 1930-an. Bumbu historis inilah yang membuat
suasana kedatangan Timnas belanda ke Indonesia bak reuni kesejarahan bagi
keduanya. Hal ini bukan hanya dirasakan oleh masyarakat sepak bola
di Indoensia semata namun juga dirasakan oleh para punggawa Timnas Belanda,
lebih khusus pada seorang John Heitinga pemain yang memiliki garis keturunan
Indonesia.
Ada pelajaran yang menarik dari laga ini, mengenai
konsep dan basis sepak bola kedua negara ini. Indonesia dengan materi
pemain yang diambil dari pemain yang natural (bakat alam) dari segi skill sepak
bola, ada juga pemain naturalisasi (pemain bakat comotan dari negara lain).
kedua sumber pemain ini memang tidak salah, namun untuk mengharapkan
sepak bola Indonesia berbicara di level internasional maka kedua cara tersebut
terkesan primitif dan irrasional. Betapa tidak materi tambal sulam, serta
persiapan tim yang mepet hanya dua hari efektifnya, kemudian berharap
banyak ingin memenangkan laga, ingin kalahkan tim yang sudah disiapkan
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun seperti Timnas Belanda ini. Ini
bukti indonesia (PSSI) tidak memiliki Grand design bagi persepak bolaan tanah
air.
Oleh karena itu pulalah La nyala Mattaaliti sebagai
Wakil ketum PSSI berani bersayembara 1 Milyar jika mampu mengalahkan Timnas
belanda. Sebuah keberanian yang terukur memang. Karena dia tahu itu
tidak mungkin terjadi.
PSSI sudah harus meninggalkan konsep sepak bola by
accident artinya sepak bola tiba masa tiba akal, meramu Timnas jika ingin
menghadapi kompetisi semata, harusnya by design dibuat semacam repelita,
rencana pembanguna lima tahun sepak bola tanah air dengan menggulirkan
kompetisi dari sejak usia dini yang terukur dan berbasis IPTEK. kenapa
IPTEK, karena sekarang zamannya sport science, sepak bola, bulu tangkis, volly
basket dan lain-lain sudah memamfaatkan teknologi. Salah satu contoh pemamfaatan
teknologi untuk sepak bola bisa dilihat di club sepak bola Borrussia Dormunt,
mereka melatih pemainnya, reaksi, kecepatan, dengan mesin yang sudah didesain
sedemikian rupa sehingga mampu mendongkrak skill pemain. itu satu faktor,
selain faktor-faktor lainnya seperti pelatih yang mumpuni, Gizi dan sebagianya.
Sebuah konsep atau kunci sukses dalam segala hal
termasuk sepak bola ada yang dikenal dengan istilah dliberate practice, yaitu
sebuah upaya sistematis dan terprogram untuk menggapai hasil maksimal dengan
latihan selama 10.000 jam terbang. Konsep ini bisa dipakai dalam
pengembangan pemain Timnas masa depan. mulai sejak usia dini Timnas sudah
terbentuk kemudian dilatih tiap hari dengan memamfaatkan ilmu pengetahuan,
memperhatikan nutrisi, dan kontrol asupan gizi yang ketat sehingga kelak saat
pertandingan pemain tidak akan cepat drop staminanya.
Inilah konsep sepak bola berbasis ilmu pengetahuan
by design, bukan sepak bola berbasis primitif cendrung irrasional, tidak masuk
akal mengharap prestasi jika tidak didukung oleh pelatihan usia dini.
Ibarat orang sakit kepala, naturalisasi hanya seperti bodrex, hanya
solusi sesaat. Tidak akan menyelesaikan masalah. Bukan pula sayembara
uang untuk memacu prestasi, tapi adalah DELIBERATE PRACTICE
Right Now.






0 komentar:
Posting Komentar