Jumat, 02 Agustus 2013

Sepak Bola Basis Primitif Vs Sepak Bola Basis Iptek

Sepak Bola Basis Primitif Vs Sepak Bola Basis Iptek
laga sepak bola yang mempertemukan Indonesia versus Belanda semalam menjadi hiburan dan demam tersendiri bagi insan penyuka sepak bola tanah air.  Terlihat dari antusiasme mereka menyambut Timnas Die Oranje Belanda dari mulai tiba di Bandara Halim sampai menyaksikan langsung di GBK senayan.
Sebuah antusisme wajar tentunya mengingat kedua tim (Indonesia dan belanda) memiliki ikatan historis.  Belanda lah yang mengajarkan dan memperkenalkan sepak bola bagi pribumi Hindia belanda.  Sehingga Hindia belanda sebutan Indoensia pada waktu itu pernah tembus ke perhelatan Piala dunia tahun 1930-an.  Bumbu historis inilah yang membuat suasana kedatangan Timnas belanda ke Indonesia bak reuni kesejarahan bagi keduanya.  Hal ini bukan hanya dirasakan oleh  masyarakat sepak bola di Indoensia semata namun juga dirasakan oleh para punggawa Timnas Belanda, lebih khusus pada seorang John Heitinga pemain yang memiliki garis keturunan Indonesia.
Ada pelajaran yang menarik dari laga ini, mengenai konsep dan basis sepak bola kedua negara ini.  Indonesia dengan materi pemain yang diambil dari pemain yang natural (bakat alam) dari segi skill sepak bola, ada juga pemain naturalisasi (pemain bakat comotan dari negara lain).  kedua sumber pemain ini memang tidak salah, namun untuk mengharapkan sepak bola Indonesia berbicara di level internasional maka kedua cara tersebut terkesan primitif dan irrasional.  Betapa tidak materi tambal sulam, serta persiapan tim yang mepet hanya dua hari efektifnya, kemudian  berharap banyak ingin memenangkan laga, ingin kalahkan   tim yang sudah disiapkan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun seperti Timnas Belanda ini.  Ini bukti indonesia (PSSI) tidak memiliki Grand design bagi persepak bolaan tanah air.
Oleh karena itu pulalah La nyala Mattaaliti sebagai Wakil ketum PSSI berani bersayembara 1 Milyar jika mampu mengalahkan Timnas belanda.  Sebuah keberanian yang terukur memang.  Karena dia tahu itu tidak mungkin terjadi.
PSSI sudah harus meninggalkan konsep sepak bola by accident artinya sepak bola tiba masa tiba akal, meramu Timnas jika ingin menghadapi kompetisi semata, harusnya by design dibuat semacam repelita, rencana pembanguna lima tahun sepak bola tanah air dengan menggulirkan kompetisi dari sejak usia dini yang terukur dan berbasis IPTEK.  kenapa IPTEK, karena sekarang zamannya sport science, sepak bola, bulu tangkis, volly basket dan lain-lain sudah memamfaatkan teknologi.  Salah satu contoh pemamfaatan teknologi untuk sepak bola bisa dilihat di club sepak bola Borrussia Dormunt, mereka melatih pemainnya, reaksi, kecepatan, dengan mesin yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga mampu mendongkrak skill pemain.  itu satu faktor, selain faktor-faktor lainnya seperti pelatih yang mumpuni, Gizi dan sebagianya.
Sebuah konsep atau kunci sukses dalam segala hal termasuk sepak bola ada yang dikenal dengan istilah dliberate practice, yaitu sebuah upaya sistematis dan terprogram untuk menggapai hasil maksimal dengan latihan selama 10.000 jam terbang.  Konsep ini bisa dipakai dalam pengembangan pemain Timnas masa depan.  mulai sejak usia dini Timnas sudah terbentuk kemudian dilatih tiap hari dengan memamfaatkan ilmu pengetahuan, memperhatikan nutrisi, dan kontrol asupan gizi yang ketat sehingga kelak saat pertandingan pemain tidak akan cepat drop staminanya.
Inilah konsep sepak bola berbasis ilmu pengetahuan by design, bukan sepak bola berbasis primitif cendrung irrasional, tidak masuk akal mengharap prestasi jika tidak didukung oleh pelatihan usia dini.  Ibarat orang sakit kepala, naturalisasi hanya seperti bodrex, hanya solusi sesaat.  Tidak akan menyelesaikan masalah. Bukan pula sayembara uang untuk memacu prestasi, tapi adalah DELIBERATE PRACTICE Right Now.

0 komentar:

Posting Komentar