Sabtu, 27 Juli 2013

Perkembangan PSSI

Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang menggembirakan.

Hal ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal.

Padahal di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
a.       Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
b.      Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
c.       Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
d.      Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
e.       Kelompok umur yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain:
f.       Dibawah usia 15 tahun (U-15)
g.      Dibawah usia 17 tahun (U-170
h.      Dibawah Usia 19 tahun (U-19)
i.        Dibawah usia 23 tahun (U-23)
j.        Sepakbola Wanita
k.      Futsal.

PSSI pun mewadahi pertandingan – pertandingan yang terdiri dari pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola, pengurus cabang, pengurus daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai dengan program yang disusun oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang mendapat izin dari PSSI. Pertandingan dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah Raga Nasional (PON). Pertandingan – pertandingan lainnya yang mengikutsertakan peserta dari luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.

Kepengurusan PSSI pun telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah – daerah di seluruh Indonesia . Hal ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan untuk rakyat.

Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952 pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.

Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu – satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdeka.

 Penyebab pecahnya PSSI
Bagi sebagian orang yang tidak pernah terjun langsung ke lapangan bersentuhan dengan sepak bola Indonesia, barangkali agak sulit memahami duduk perkara kemelut PSSI. Sebagian orang yang hanya mengamati sepak bola nasional dari belakang meja dan cuma mengandalkan informasi dunia maya pasti terheran-heran dengan arus besar masyarakat yang menginginkan revolusi di tubuh PSSI. Sementara orang yang tak cukup punya bagasi pengalaman bergaul dengan sepak bola Indonesia pasti berpendapat, pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) bertindak terlalu jauh, bahkan mengintervensi persoalan PSSI.

Khusus mengenai butir terakhir, belakangan marak dibincangkan isu intervensi oleh pemerintah terhadap PSSI yang dikaitkan dengan kemungkinan sanksi FIFA terhadap Indonesia. Isu ini meledak setelah Menpora Andi Mallarangeng menghardik PSSI selepas pengumuman Komite Pemilihan yang mengganjal dua nama dari luar lingkaran dalam (inner circle) PSSI dan mengegolkan dua nama lain dari kalangan petahana (incumbent). Kalangan PSSI beranggapan Menpora bertindak terlalu jauh, bahkan melakukan intervensi, sementara Menpora bersikukuh menjalankan amanat Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional.

Meski mendapat bantuan finansial pemerintah lewat APBN dan klub-klubnya mengemis APBD untuk ikut kompetisi, PSSI berkeras berpegang pada Statuta FIFA yang melarang pemerintah ikut campur. Sementara Menpora tampaknya jauh lebih rasional dan bertindak benar sesuai dengan amanat undang-undang. Pada prinsipnya, meski punya aturan tersendiri, FIFA tak punya kedaulatan absolut, sebagaimana halnya kedaulatan negara yang punya teritori dan wilayah hukum.

PSSI yang didirikan oleh para pendahulu kita sebagai alat perjuangan dan pemersatu bangsa lebih dari 80 tahun lalu justru kini menjadi penyebab pecahnya persatuan bangsa. Penggiringan opini bahwa Statuta FIFA adalah hukum yang mengatasi segala-galanya sehingga menjadikan PSSI sebagai lembaga yang sangat superior membuat sebagian orang mengira bahwa kesalahan ada di tangan pemerintah jika Indonesia terkena sanksi FIFA. Padahal, faktanya, seperti dikatakan anggota Komisi X DPR, Utut Adianto, sepanjang masih ada bantuan pendanaan dari pemerintah, sangat naif jika PSSI menuntut independensi penuh.

Pun jika mereka sudah tak lagi mendapat bantuan pemerintah, Statuta FIFA bukanlah hukum yang mengatasi undang-undang negara. Logika sederhananya, sepanjang organisasi berkedudukan, berkegiatan, dan bersentuhan langsung dengan wilayah Republik Indonesia, hukum dan undang-undang negara tetap harus lebih superior. FIFA hanya punya ”kedaulatan” penuh di wilayah pertandingan dan aturan-aturan permainannya. Di luar itu, apalagi jika berkaitan dengan keselamatan warga negara dan ketertiban umum, hukum negara tetap harus lebih superior daripada Statuta FIFA.

Terkait dengan sanksi FIFA, jika pemerintah melakukan intervensi, itu pun bukan berarti sepak bola Indonesia mengalami kiamat. Pada situasi sekarang, masyarakat justru merasa salah satu alternatif terbaik bagi perbaikan iklim sepak bola nasional adalah intervensi pemerintah yang diikuti sanksi FIFA. Tentu ini kondisi pahit dan berat. Namun, sebagaimana penderita kanker, operasi pengangkatan sel kanker adalah salah satu opsi terbaik demi kesembuhan. Menjalani operasi dan kemoterapi pastilah menyakitkan. Akan tetapi, demi kehidupan sepak bola yang lebih baik, risiko itu harus diambil.

Pemangku kepentingan sepak bola Indonesia perlu menyadari bahwa kalaupun sanksi FIFA sampai jatuh, sepak bola tetap bisa hidup dan tumbuh subur di bumi Indonesia. Bahkan, jika keorganisasian PSSI dibenahi secara mendasar dan ditempati orang-orang profesional dengan dedikasi penuh membangun sepak bola, hampir dapat dipastikan sepak bola Indonesia akan punya prestasi yang membanggakan.

Sepanjang sanksi masih berlaku, Indonesia memang tidak bisa mengikuti ajang internasional di bawah bendera FIFA, seperti Piala Asia, Piala Dunia, atau Liga Champions Asia. Namun, sepak bola kita tetap bisa berkiprah pada kegiatan internasional di bawah bendera Komite Olimpiade Internasional (IOC), seperti SEA Games, Asian Games, atau Olimpiade. Meski timnas Garuda tidak memakai bendera Merah Putih dan menggantinya dengan bendera Komite Olimpiade, tetaplah yang tampil putra-putra terbaik bangsa Indonesia.
Lagi pula, FIFA bukanlah badan yang tidak bisa dilobi untuk segala macam hal. Sanksi, seberat apa pun, tetap punya ruang yang sangat luas untuk dihapus asalkan Indonesia mampu menunjukkan niat dan hasil pembinaan secara meyakinkan. Dalam banyak kasus, FIFA pun tidak memberikan sanksi kepada negara yang melakukan intervensi, seperti Arab Saudi dan China.

Harus dipahami pula, kemelut yang kini melanda persepakbolaan nasional tidak melulu menyangkut satu atau dua orang, tetapi organisasi dan pembinaan sepak bola secara umum. Pemelintiran standar Statuta FIFA dan patgulipat segala macam aturan adalah puncak gunung es dari masalah sepak bola secara umum. Dalam dua periode terakhir, organisasi PSSI terlalu sibuk dengan urusan hukum dan statuta sehingga cenderung melakukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan absolutnya. Makin terpuruknya prestasi Indonesia di ajang-ajang internasional adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa penguasa sepak bola kita tidak menjalankan amanat pembinaan sepak bola yang dibebankan oleh masyarakat.

Ke depan, siapa pun yang memimpin organisasi PSSI haruslah orang yang tidak saja punya kapabilitas dan profesionalisme, tetapi jauh lebih penting punya hati nurani yang memihak kejujuran dan sportivitas. Tidak seperti cabang olahraga lain, sepak bola punya dampak sosial yang sangat hebat dan mampu memengaruhi perilaku kehidupan bangsa secara umum. Oleh karena itulah, PSSI lebih membutuhkan figur yang bisa dijadikan contoh, suri teladan, dan panutan. Semoga...! 
2.      Organisasi - Organisasi yang dinaungi oleh PSSI
1.      ISL
2.      Liga Ti-phone
3.      KONI 

Ketika PSSI menggelar Musyawarah Nasional (Munas) membahas mengenai statuta pada tahun 2009 yang lalu, sebenarnya pasal kriminal sudah menjadi bahan perdebatan yang sengit di berbagai media massa. Banyak kalangan menilai bahwa Statuta PSSI bertentangan dengan Standart Statuta FIFA. Namun toh Statuta PSSI tersebut sudah disahkan dan berlaku hingga sekarang.
Kini permasalahan mengenai pasal kriminal kembali menjadi buah bibir dan menghiasi berbagai pemberitaan media massa ketika KOI (Komite Olahraga Indonesia) menyusun kembali AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) terutama yang mengatur tentang keanggotaan. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap induk organisasi (PB/PP) yang akan menjadi anggota KOI adalah keharusan untuk memiliki AD/ART yang di dalamnya mengatur persyaratan atas setiap anggota pengurusnya, yakni 1. sehat jasmani dan rohani yang didukung oleh keterangan tertulis dari dokter atau rumah sakit, dan 2. tidak pernah tersangkut perkara pidana dan/atau dijatuhi hukuman penjara.
Poin nomor dua menjadi permasalahan bagi PSSI mengingat Statuta PSSI yang baru disahkan tentang pasal kriminal yang tertuang dalam Pasal 35 butir 4 memiliki pengertian yang berbeda dengan pasal kriminal yang tertuang dalam AD/ART KOI. Statuta PSSI mengenai hal diatas menyebutkan “tidak sedang dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal pada saat kongres”. Atau dengan kata lain di PSSI, Ketua Umum atau anggota EXCO (Komite Eksekutif) boleh pernah tersangkut tindak pidana sebelumnya asal pada saat kongres tidak sedang dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal.
FIFA sendiri memiliki Standard Statuta sendiri yang disahkan sejak Juni 2005. Standard Statuta diterbitkan FIFA sebagai acuan bagi asosiasi yang berada di bawahnya agar memiliki Statuta yang sesuai dengan ketentuan Statuta FIFA. Pada Pasal 32 poin 4 mengenai Komite Eksekutif, FIFA menuliskan “…They shall have already been active in football, must not have been previously found guilty of a criminal offence…”. Yang dapat diartikan “Mereka harus sudah aktif di sepakbola, tidak boleh pernah dinyatakan bersalah dalam tindak pidana” atau dapat dimaknai sebagai siapa pun yang pernah terlibat tindak pidana kriminal tidak diperbolehkan menjadi Ketua Umum PSSI dan anggota Komite Eksekutif.
Standard Statuta FIFA dan AD/ART KOI memiliki persamaan makna mengenai pasal kriminal namun berbeda dengan Statuta PSSI. Kalaupun PSSI merasa keberatan mengenai pasal tersebut dalam AD/ART KOI mereka dapat kembali merujuk kepada Standard Statuta FIFA yang memiliki pengertian yang sama.
Sebenarnya masalah dapat diselesaikan dengan mengadakan pertemuan antara KOI, PSSI dan FIFA untuk mendapatkan kejelasan tentang pasal kriminal ini. PSSI memang tidak boleh dintervensi pihak ketiga, oleh karena itu PSSI bisa menjadi jembatan bagi FIFA dan KOI terkait masalah ini. Hal ini diperlukan supaya tidak ada ganjalan bagi sepakbola Indonesia ketika mengikuti ajang-ajang multievent yang dipayungi IOC (Komite Olimpiade Internasional).
Permasalahan ini harus dilihat dengan pikiran positif, jangan saling menuding dan menyalahkan. KOI dan FIFA tetap penting bagi PSSI, mengabaikan salah satunya berati masalah bagi PSSI. Jangan sampai nanti PSSI mendapat sanksi dari FIFA dan jangan sampai pula ada ungkapan “Silahkan PSSI berdiri dan mengatur organisasinya sendiri namun jangan bawa nama Indonesia”. Salam sepakbola!
Dampak yang terjadi pada organisasi yang dinaungi PSSI
1. Timnas U-21 dibawah asuhan Alfred Riedl mogok latihan dikarenakan kekurangan dana.
Saat sesi latihan pagi,Selasa (18/1),pemain juga tidak mau menjalani latihan dengan alasan yang sama.Manajemen mencoba memberikan penjelasan bahwa pencairan dana untuk PSM sempat terhambat karena proses administrasi di konsorsium. Husain mengatakan, konsorsium lebih mengutamakan klub lain yang lebih dulu mendaftar dibandingkan PSM.Namun, ada desakan dari pemain sehingga manajemen memaksa konsorsium mencairkan lebih awal. Kendati sudah mendapat penjelasan dan janji dari manajemen, sesi latihan sore skuad Juku Eja tetap tidak berjalan mulus.

Saat semua pemain sudah berada di Lapangan Karebosi untuk siapsiap melakukan latihan, mereka tiba-tiba berkumpul dan menanyakan gaji dan DP yang dijanjikan. Sejak tiba di lapangan pukul 15.30 hingga pukul 16.30 Wita,para pemain tetap tidak melakukan latihan. Namun,Asisten Pelatih PSM Liestiadi mencoba memberi penjelasan setelah menghubungi langsung manajemen PSM yang masih berada di Jakarta untuk mengikuti rapat konsorsium LPI. “Pemain sempat tidak mau latihan karena menanyakan gaji mereka. Saya jugatidakbisasalahkanpemain karenahalituhakmerekajuga.Disisi lain,pemain juga harus tetap bersemangat saat di lapangan.

Artinya,antara pemain dan manajemen harus saling mengerti,”ungkap dia. Kendati memilih tetap latihan, para pemain masih mengancam mogok latihan hari ini jika belum juga dibayar. Mereka juga tidak akan melakukan latihan pagi hari ini. Sesuai kesepakatan antara pemain dan manajemen, paling lambat pukul 13.00 Wita,hari ini,sudah diterima. (SI-muh syahrullah)

2.      Terancam gagal mainnya timnas U-21 di ajang  Sea Games pada Maret lalu.
3.      Proses naturalisasi pemain asing jadi terhambat.

Konflik antara Liga Primer dengan Liga Super di Indonesia terus berkepanjangan. Akibatnya para pemain yang menjadi korban. Proses naturalisasi Kim Jeffrey Kurniawan terhambat karena Persema pindah dari ISL ke LPI.

Menurut pelatih Persema Malang Timo Scheunemann, sampai hari ini SK WNI Kim Kurniawan tidak pernah sampai ke tangannya. Ia akan menyampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Senin ini mengenai hambatannya.
"Tadinya Badan Tim Nasional (BTN) itu akan memberikan SK itu kepada Kim selama AFF Cup, Desember 2010. SK ini oleh BTN diberikan kepada ketua umum PSSI, Nurdin Halid. Dengan alasan Nurdin Halid yang akan menyerahkan langsung kepada Kim Kurniawan. Tapi ternyata sampai sekarang  tidak terlaksana juga dan Kim masih belum menerima SK itu."

Alasannya diduga karena Kim bermain di tim LPI. "Karena KIM kemudian masuk LPI bersama Persema, akhirnya SKnya tidak jelas berada dimana."
Pelanggaran HAM
Timo belum pernah menanyakan langsung kepada Nurdin Halid, tapi kepada pihak BTN. Tapi ia menduga penghambatan ini karena Persema pindah dari ISL ke LPI. Seharusnya menurut Timo, walaupun ada persilangan antara LPI dengan PSSI, tidak semustinya pemain dikorbankan. "Karena Kim kan individu. Sebagai warga negara Indonesia, terlepas dari PSSI atau LPI. Jadi ini sudah melanggar hak-hak asasi manusia," ungkapnya pada Radio Nederland.
Usaha pria keturunan Jerman itu bukan hanya ke BTN saja. "Saya juga sudah beberapa kali minta LPI untuk mengurus, tetapi mereka juga kurang cepat dalam menangani, mungkin banyak urusan ya."
Untuk itu Timo menempuh jalan lain. "Makanya saya langsung ke Menpora, untuk menyampaikan bahwa SKnya masih di Nurdin Halid." Selanjutnya ia  akan menyampaikan kasus ini ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kebetulan akan hadir pada acara Murdaya Po. "Pak Po ini yang sejak dari awal membantu Kim. Beliau memberi kesempatan hari Senin ini bertemu dengan SBY. Saya akan sampaikan bahwa proses naturalisasi yang ditandatangani oleh presiden, sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya karena dipegang PSSI."
Bantu Pemain 
Timo merasa tindakan ini semata-mata hanya karena ingin membantu anak buah yang kesulitan. "Saya kan hanya pelatih yang ingin membantu pemain."
Sehubungan dengan berita rencana PSSI mendorong deportasi 22 pemain asing, Timo tidak terlalu percaya, karena LPI di bawah naungan pemerintah.  "Itu tidak betul. Karena tidak bisa mendeportasi karena LPI kan di bawah pemerintah. Beda ceritanya kalau LPI tidak dinaungi pemerintah."
Deportasi Pemain Asing
"Karenanya tidak mungkin PSSI mendesak pemerintah untuk mendeportasi pemain, padahal pemerintah sendiri mendukung. Kan ini tidak masuk akal. Kalau FIFA ingin menindak, ya terhadap organisasi yang berada di bawahnya. Sementara LPI ini tidak dibawah FIFA. Jadi mau menghukum bagaimana?" Tuturnya kepada RNW. 
Timo tetap membela kepindahan Persema ke LPI sebagai sebuah langkah yang betul. "Karena sudah terlalu lama sepakbola Indonesia dicurangi, mencurangi, mafia wasit, sistem yang tidak jelas."
Alasan yang paling utama bagi Timo adalah APBD. "Terutama masalah APBD. Selalu memakai APBD. PSSI selalu bilang, Nurdin Halid selalu bilang pemerintah sudah seharusnya membela sepakbola bahkan mendukung sepakbola. Itu betul, seluruh dunia seperti itu. Karena  itu kebanggaan bangsa."
Sependapat dengan Nurdin
Ia sependapat dengan Nurdin Halid soal dukungan pemerintah, tetapi tidak lewat APBD. "Tapi dukungannya melalui fasilitas. Melalui ijin keramaian, polisi, dan lainnya. Bukan memberikan APBD untuk tim profesional. Itu tidak ada di dunia ini. Sudah waktunya liga profesional itu bebas dari APBD."
Baginya APBD diprioritaskan untuk kepentingan lain. "APBD itu cocok untuk akademi-akademi di tingkat-tingkat kota dan kabupaten supaya makin banyak pemain bola Indonesia yang betul-betul terdidik dari kecil. Sehingga manfaannya terasa oleh masyarakat luas. Bukan hanya dirasakan oleh 25 orang dalam tim profesional," tutupnya kepada Radio Nederland.  

Keterlibatan Pemerintah dalam PSSI 
Pemberitaan mengenai pembekuan (pengurus) PSSI yang mengemuka ternyata kalau dipahami dari pernyataan Menegpora bisa saling bertolak belakang. Ambil contoh judul berita ‘Akhirnya Pemerintah ‘Bekukan’ Kepengurusan PSSI’ dapat ditafsirkan oleh pembaca bahwa Pemerintah memang benar-benar membekukan PSSI. Misalnya dengan mengamini bahwa (kepengurusan) PSSI dibekukan maka sudah terjadi intervensi Pemerintah terhadap PSSI. Dengan dalil-dalil hukum yang dikemukakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 mengenai Sistem Keolahragaan Nasional [SKN] serta peraturan pemerintah diterapkan dalam pembekuan kepengurusan PSSI ini. Pasal 13 UU SKN menyatakan bahwa Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional. 

Sumber Dana PSSI 
PSSI mendapatkan dana untuk keberlangsungan organisasinya melalui dana APBN yang diberikan pemerintah setiap tahunnya. 

 Peran pemerintah terhadap PSSI  Memberikan suntikan dana (APBN) untuk operasional PSSI 

Data pendukung:
Melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng, akhirnya pemerintah mengambil sikap tegas terkait kemelut yang berlarut-larut di tubuh organisasi persepakbolaan Indonesia setelah melakukan rapat dengan KONI dan KOI, Senin (28/3).
"Pemerintah menyatakan tidak lagi mengakui kepengurusan PSSI saat ini yang diketuai Nurdin Halid dan Sekjen Nugraha Besoes," kata Menpora.
Andi menilai kepengurusan PSSI saat ini tidak profesional dan tidak kompeten. Hal ini dapat dilihat antara lain ditunjukkan dengan kegagalannya menggelar kongres di Riau.

Selain tidak mengakui kepengurusan Nurdin, Andi menegaskan bahawa pemerintah juga akan menghentikan sementara segala kegiatan PSSI termasuk kucuran dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Namun khusus untuk kegiatan timnas dengan alasan demi kepentingan nasional kegiatan pembinaan tetap berjalan seperti biasa. Pasca keputusan pemerintah tidak mengakui kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI, Nurdin dan rekan-rekannya melakukan kondolidasi. Menurut pengacara Nurdin, Indra Sahnun Lubis, tidak tertutup kemungkinan kubu Nurdin akan menggugat Menpora secara perdata ataupun pidana.
"Yang sangat kita sesalkan tidak pantas Menpora itu berpihak. Dia boleh intervensi, tapi harus memperbaiki, menyelesaikan masalah. Berpihak itu sangat-sangat jelek sekali," kata Indra seusai mengikuti pertemuan kubu Nurdin di kediaman Wakil Ketua Umum PSSI Nirwan Bakrie di Jakarta. 

Campur Tangan Menpora terhadap PSSI
 Rapat kerja Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan Komisi 10 DPR (28/2) menuai kontroversi, dari beberapa pertanyaan awal yang diajukan anggota Komisi 10 jelas adanya upaya memojokkan pemerintah, terutama dari anggota Fraksi Golkar, sedangkan beberapa Fraksi lain masih bersikap netral dengan kemelut PSSI. Pernyataan Menpora Andi Malarangeng tentang Kongres PSSI beberapa waktu yang lalu, rupanya membuat gerah beberapa anggota Fraksi Golkar dan kemudian mempertanyakannya kepada Menpora.
Zulfadhli, Anggota Komisi 10 F.Golkar menuding Menpora telah mengintervensi proses pencalonan Ketum PSSI dengan mengeluarkan pernyataan yang menekan Komite Banding PSSI, sehingga Komite Banding PSSI mengeluarkan keputusan yang tidak lazim. “Menpora harusnya jangan mengintervensi PSSI, karena PSSI adalah organisasi independen dan biarkan PSSI mengatur rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan pemerintah melalui Menpora”, ujar Zulfadhli. “Menpora harus fair play menyingkapi kasus PSSI ini, karena urusan pemilihan Ketum PSSI itu ada aturannya dan Menpora lakukan pembinaan olahraga Indonesia saja serta jangan fokus mengurus kongres PSSI”, ujar Kahar Muzakir yang juga dari Fraksi Golkar.
Kontroversi ini akibat pernyataan Menpora yang menggunakan kewenangannya melalui UU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN), dimana pemerintah melalui Menpora mempunyai kewenangan melakukan pengawasan terhadap seluruh elemen olahraga di Indonesia. “Pemerintah dalam hal ini melalui Menpora melihat persoalan PSSI sudah menjadi persoalan nasional, demo dan penolakan terhadap pengurus PSSI sekarang menunjukkan bahwa pecinta bola Indonesia berharap PSSI benar-benar menjalankan lembaga dengan benar demi kemajuan sepakbola Indonesia”, ujar Menpora. Menpora juga membuka pintu kepada PSSI, FIFA untuk membuka ruang dialog dan melihat dinamika keinginan pecinta bola Indonesia yang menginginkan adanya perubahan di PSSI.
Dinamika raker komisi 10 dengan Menpora menunjukkan bahwa Golkar melalui anggota Fraksi Golkar di Komisi 10 membela habis-habisan Nurdin Halid dengan PSSI-nya. “Pemerintah harus sadar ketika melakukan intervensi dengan PSSI maka sepakbola kita akan diberikan sanksi oleh FIFA yang menyebabkan kita dikucilkan di dunia sepakbola Internasional”, ujar Zulfadhli. Golkar rupanya tidak benar-benar menerima tekanan Menpora terhadap Nurdin Halid Cs, Padahal Priyo Budi yang Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar sudah menegaskan bahwa Partai Golkar tidak mendukung Nurdin Halid untuk proses suksesi PSSI, walaupun tak dipungkiri Nurdin Halid adalah kader Golkar
9.      Turut campurnya FIFA dalam permasalahan PSSI
 Kisruh di tubuh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah sampai ke telinga para petinggi di Federasi Sepakbola Dunia (FIFA). Kabarnya, para petinggi FIFA akan membahas khusus polemik yang terjadi di tubuh induk sepakbola di tanah air itu.

Organisasi sepakbola dunia itu, Selasa (1/3) besok menggelar rapat untuk menentukan nasib PSSI. Rapat Komite Nasional Asosiasi FIFA yang digelar di Zurich, Swiss, itu membahas campur tangan Menpora Andi Malarangeng terhadap PSSI.

"Campur tangan pemerintah jelas sekali pada 25 poin pernyataan Menpora terkait polemik yang terjadi di PSSI itu," kata Suryadharma Dali Tahir, mengutip Tempo, Minggu (27/2).

Terkait campur tangan pemerintah Indonesia itu, diduga FIFA akan menjatuhkan
sanksi terhadap PSSI. Namun, Dali yang juga anggota Komite Etik FIFA mengaku sanksi apa bakal dijatuhkan kepada PSSI. Disebutkan Dali, sanksi FIFA berlapis-lapis, "Tapi, saya tidak tahu sanksi dari FIFA apa terhadap Indonesia." 

FIFA merespon dengan cepat apa yang terjadi di PSSI beberapa waktu belakangan ini. Organisasi sepakbola pimpinan Sepp Blatter itu telah melayangkan surat peringatan menyusul Komisi Banding Pemilihan PSSI mengumumkan keputusannya menganulir semua calon ketua umum PSSI.
Menurut Dali, surat FIFA itu jelas sebagai bentuk penolakan atas adanya intervensi pemerintah. Dia mengaku khawatir jika akhirnya kisruh di tubuh PSSI menyebabkan FIFA mengambil keputusan membekukan organisasi induk sepakbola di Tanah Air itu.

"Jika itu terjadi, Indonesia tidak bisa berlaga di pertandingan leg kedua Pra-Olimpiade di Turkmenistan pada 9 Maret mendatang. Indonesia juga dilarang mengikuti Kualifikasi Piala Dunia, dan SEA Games 2011," ujar Dali.

Tidak demikian bagi kalangan penentang Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. Mereka tak peduli apa pun keputusan FIFA. Mereka justru mendesak pemerintah membentuk tim seleksi independen dalam pemilihan ketua umum PSSI. 

"Kami mendesak pemerintah (Kemenpora) mengambil alih PSSI dari tangan-tangan yang menginginkan status quo, yaitu Nurdin Halid cs," kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Apung Widadi kepad Tribunnews, Minggu (27/2).

Apung juga koordinaditor "Save Our Soccer" mendesak pemerintah membekukan PSSI hingga kepengurusan PSSI pada periode ini berakhir April 2011 nanti. "Termasuk tidak memberikan izin pertandingan yang diselenggarakan PSSI dibawah Nurdin Halid dan Kongres PSSI yang direkayasa hanya untuk melanggengkan status quo," kata Apung.

Pemerintah jangan takut terhadap ancaman sanksi FIFA, dalam rangka upaya penyelamatan terhadap sepak bola Indonesia dan PSSI. "Sanksi dari FIFA justru menjadi fase untuk memperbaiki kepengurusan PSSI, pembinaan usia muda dan kompetisi ditingkat nasional. Mundur selangkah untuk Maju seribu langkah," tandas Apung.

0 komentar:

Posting Komentar