Perkembangan
PSSI
Pasca
Soeratin ajang sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan
dunia persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas
pemain, kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima
di semua lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai
induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan
baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih
kurang menggembirakan.
Hal
ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas,
tidak cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting
lainnya yaitu kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi
nasional kita telah tertinggal.
Padahal
di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di
tingkat internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto
Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam
perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan
pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di
dalam negeri ini terdiri dari :
a.
Divisi utama
yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
b.
Divisi satu
yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
c.
Divisi dua
yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
d.
Divisi tiga
yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
e.
Kelompok umur
yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain:
f.
Dibawah usia
15 tahun (U-15)
g.
Dibawah usia
17 tahun (U-170
h.
Dibawah Usia
19 tahun (U-19)
i.
Dibawah usia
23 tahun (U-23)
j.
Sepakbola Wanita
k.
Futsal.
PSSI
pun mewadahi pertandingan – pertandingan yang terdiri dari pertandingan di
dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola,
pengurus cabang, pengurus daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan
tahunan PSSI sesuai dengan program yang disusun oleh PSSI. Pertandingan di
dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang mendapat izin dari
PSSI. Pertandingan dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah
Raga Nasional (PON). Pertandingan – pertandingan lainnya yang mengikutsertakan
peserta dari luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Kepengurusan
PSSI pun telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah – daerah di seluruh
Indonesia . Hal ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan
untuk rakyat.
Dalam
perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952
pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA,
selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football
Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean
Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat
menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih
dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan
hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan
melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan
berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu –
satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8
tahun setelah Indonesia merdeka.
Penyebab pecahnya PSSI
Bagi
sebagian orang yang tidak pernah terjun langsung ke lapangan bersentuhan dengan
sepak bola Indonesia, barangkali agak sulit memahami duduk perkara kemelut
PSSI. Sebagian orang yang hanya mengamati sepak bola nasional dari belakang
meja dan cuma mengandalkan informasi dunia maya pasti terheran-heran dengan
arus besar masyarakat yang menginginkan revolusi di tubuh PSSI. Sementara orang
yang tak cukup punya bagasi pengalaman bergaul dengan sepak bola Indonesia
pasti berpendapat, pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora)
bertindak terlalu jauh, bahkan mengintervensi persoalan PSSI.
Khusus
mengenai butir terakhir, belakangan marak dibincangkan isu intervensi oleh
pemerintah terhadap PSSI yang dikaitkan dengan kemungkinan sanksi FIFA terhadap
Indonesia. Isu ini meledak setelah Menpora Andi Mallarangeng menghardik PSSI
selepas pengumuman Komite Pemilihan yang mengganjal dua nama dari luar
lingkaran dalam (inner circle) PSSI dan mengegolkan dua nama lain dari kalangan
petahana (incumbent). Kalangan PSSI beranggapan Menpora bertindak terlalu jauh,
bahkan melakukan intervensi, sementara Menpora bersikukuh menjalankan amanat
Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional.
Meski
mendapat bantuan finansial pemerintah lewat APBN dan klub-klubnya mengemis APBD
untuk ikut kompetisi, PSSI berkeras berpegang pada Statuta FIFA yang melarang
pemerintah ikut campur. Sementara Menpora tampaknya jauh lebih rasional dan
bertindak benar sesuai dengan amanat undang-undang. Pada prinsipnya, meski
punya aturan tersendiri, FIFA tak punya kedaulatan absolut, sebagaimana halnya
kedaulatan negara yang punya teritori dan wilayah hukum.
PSSI
yang didirikan oleh para pendahulu kita sebagai alat perjuangan dan pemersatu
bangsa lebih dari 80 tahun lalu justru kini menjadi penyebab pecahnya persatuan
bangsa. Penggiringan opini bahwa Statuta FIFA adalah hukum yang mengatasi segala-galanya
sehingga menjadikan PSSI sebagai lembaga yang sangat superior membuat sebagian
orang mengira bahwa kesalahan ada di tangan pemerintah jika Indonesia terkena
sanksi FIFA. Padahal, faktanya, seperti dikatakan anggota Komisi X DPR, Utut
Adianto, sepanjang masih ada bantuan pendanaan dari pemerintah, sangat naif
jika PSSI menuntut independensi penuh.
Pun
jika mereka sudah tak lagi mendapat bantuan pemerintah, Statuta FIFA bukanlah
hukum yang mengatasi undang-undang negara. Logika sederhananya, sepanjang
organisasi berkedudukan, berkegiatan, dan bersentuhan langsung dengan wilayah
Republik Indonesia, hukum dan undang-undang negara tetap harus lebih superior.
FIFA hanya punya ”kedaulatan” penuh di wilayah pertandingan dan aturan-aturan
permainannya. Di luar itu, apalagi jika berkaitan dengan keselamatan warga
negara dan ketertiban umum, hukum negara tetap harus lebih superior daripada
Statuta FIFA.
Terkait
dengan sanksi FIFA, jika pemerintah melakukan intervensi, itu pun bukan berarti
sepak bola Indonesia mengalami kiamat. Pada situasi sekarang, masyarakat justru
merasa salah satu alternatif terbaik bagi perbaikan iklim sepak bola nasional
adalah intervensi pemerintah yang diikuti sanksi FIFA. Tentu ini kondisi pahit
dan berat. Namun, sebagaimana penderita kanker, operasi pengangkatan sel kanker
adalah salah satu opsi terbaik demi kesembuhan. Menjalani operasi dan
kemoterapi pastilah menyakitkan. Akan tetapi, demi kehidupan sepak bola yang
lebih baik, risiko itu harus diambil.
Pemangku
kepentingan sepak bola Indonesia perlu menyadari bahwa kalaupun sanksi FIFA
sampai jatuh, sepak bola tetap bisa hidup dan tumbuh subur di bumi Indonesia.
Bahkan, jika keorganisasian PSSI dibenahi secara mendasar dan ditempati
orang-orang profesional dengan dedikasi penuh membangun sepak bola, hampir
dapat dipastikan sepak bola Indonesia akan punya prestasi yang membanggakan.
Sepanjang
sanksi masih berlaku, Indonesia memang tidak bisa mengikuti ajang internasional
di bawah bendera FIFA, seperti Piala Asia, Piala Dunia, atau Liga Champions
Asia. Namun, sepak bola kita tetap bisa berkiprah pada kegiatan internasional
di bawah bendera Komite Olimpiade Internasional (IOC), seperti SEA Games, Asian
Games, atau Olimpiade. Meski timnas Garuda tidak memakai bendera Merah Putih
dan menggantinya dengan bendera Komite Olimpiade, tetaplah yang tampil
putra-putra terbaik bangsa Indonesia.
Lagi
pula, FIFA bukanlah badan yang tidak bisa dilobi untuk segala macam hal.
Sanksi, seberat apa pun, tetap punya ruang yang sangat luas untuk dihapus asalkan
Indonesia mampu menunjukkan niat dan hasil pembinaan secara meyakinkan. Dalam
banyak kasus, FIFA pun tidak memberikan sanksi kepada negara yang melakukan
intervensi, seperti Arab Saudi dan China.
Harus
dipahami pula, kemelut yang kini melanda persepakbolaan nasional tidak melulu
menyangkut satu atau dua orang, tetapi organisasi dan pembinaan sepak bola
secara umum. Pemelintiran standar Statuta FIFA dan patgulipat segala macam
aturan adalah puncak gunung es dari masalah sepak bola secara umum. Dalam dua
periode terakhir, organisasi PSSI terlalu sibuk dengan urusan hukum dan statuta
sehingga cenderung melakukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan
absolutnya. Makin terpuruknya prestasi Indonesia di ajang-ajang internasional
adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa penguasa sepak bola kita tidak
menjalankan amanat pembinaan sepak bola yang dibebankan oleh masyarakat.
Ke
depan, siapa pun yang memimpin organisasi PSSI haruslah orang yang tidak saja
punya kapabilitas dan profesionalisme, tetapi jauh lebih penting punya hati
nurani yang memihak kejujuran dan sportivitas. Tidak seperti cabang olahraga
lain, sepak bola punya dampak sosial yang sangat hebat dan mampu memengaruhi
perilaku kehidupan bangsa secara umum. Oleh karena itulah, PSSI lebih membutuhkan
figur yang bisa dijadikan contoh, suri teladan, dan panutan. Semoga...!
2. Organisasi - Organisasi yang dinaungi oleh PSSI
1.
ISL
2.
Liga Ti-phone
3.
KONI
Ketika
PSSI menggelar Musyawarah Nasional (Munas) membahas mengenai statuta pada tahun
2009 yang lalu, sebenarnya pasal kriminal sudah menjadi bahan perdebatan yang
sengit di berbagai media massa. Banyak kalangan menilai bahwa Statuta PSSI
bertentangan dengan Standart Statuta FIFA. Namun toh Statuta PSSI tersebut
sudah disahkan dan berlaku hingga sekarang.
Kini
permasalahan mengenai pasal kriminal kembali menjadi buah bibir dan menghiasi
berbagai pemberitaan media massa ketika KOI (Komite Olahraga Indonesia)
menyusun kembali AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) terutama yang
mengatur tentang keanggotaan. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh
setiap induk organisasi (PB/PP) yang akan menjadi anggota KOI adalah keharusan
untuk memiliki AD/ART yang di dalamnya mengatur persyaratan atas setiap anggota
pengurusnya, yakni 1. sehat jasmani dan rohani yang didukung oleh keterangan
tertulis dari dokter atau rumah sakit, dan 2. tidak pernah tersangkut perkara
pidana dan/atau dijatuhi hukuman penjara.
Poin nomor dua menjadi permasalahan bagi PSSI
mengingat Statuta PSSI yang baru disahkan tentang pasal kriminal yang tertuang
dalam Pasal 35 butir 4 memiliki pengertian yang berbeda dengan pasal kriminal
yang tertuang dalam AD/ART KOI. Statuta PSSI mengenai hal diatas menyebutkan
“tidak sedang dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal pada saat kongres”.
Atau dengan kata lain di PSSI, Ketua Umum atau anggota EXCO (Komite Eksekutif)
boleh pernah tersangkut tindak pidana sebelumnya asal pada saat kongres tidak
sedang dinyatakan
bersalah atas tindakan kriminal.
FIFA
sendiri memiliki Standard Statuta sendiri yang disahkan sejak Juni 2005.
Standard Statuta diterbitkan FIFA sebagai acuan bagi asosiasi yang berada di
bawahnya agar memiliki Statuta yang sesuai dengan ketentuan Statuta FIFA. Pada
Pasal 32 poin 4 mengenai Komite Eksekutif, FIFA menuliskan “…They shall have already
been active in football, must not have been previously found guilty of a
criminal offence…”. Yang dapat diartikan “Mereka harus sudah aktif di
sepakbola, tidak boleh pernah dinyatakan bersalah dalam tindak pidana” atau
dapat dimaknai sebagai siapa pun yang pernah terlibat tindak pidana kriminal
tidak diperbolehkan menjadi Ketua Umum PSSI dan anggota Komite Eksekutif.
Standard
Statuta FIFA dan AD/ART KOI memiliki persamaan makna mengenai pasal kriminal
namun berbeda dengan Statuta PSSI. Kalaupun PSSI merasa keberatan mengenai
pasal tersebut dalam AD/ART KOI mereka dapat kembali merujuk kepada Standard
Statuta FIFA yang memiliki pengertian yang sama.
Sebenarnya
masalah dapat diselesaikan dengan mengadakan pertemuan antara KOI, PSSI dan
FIFA untuk mendapatkan kejelasan tentang pasal kriminal ini. PSSI memang tidak
boleh dintervensi pihak ketiga, oleh karena itu PSSI bisa menjadi jembatan bagi
FIFA dan KOI terkait masalah ini. Hal ini diperlukan supaya tidak ada ganjalan
bagi sepakbola Indonesia ketika mengikuti ajang-ajang multievent yang dipayungi
IOC (Komite Olimpiade Internasional).
Permasalahan
ini harus dilihat dengan pikiran positif, jangan saling menuding dan
menyalahkan. KOI dan FIFA tetap penting bagi PSSI, mengabaikan salah satunya
berati masalah bagi PSSI. Jangan sampai nanti PSSI mendapat sanksi dari FIFA
dan jangan sampai pula ada ungkapan “Silahkan PSSI berdiri dan mengatur
organisasinya sendiri namun jangan bawa nama Indonesia”. Salam sepakbola!
Dampak yang terjadi pada
organisasi yang dinaungi PSSI
1.
Timnas U-21 dibawah
asuhan Alfred Riedl mogok latihan dikarenakan kekurangan dana.
Saat sesi latihan pagi,Selasa (18/1),pemain juga
tidak mau menjalani latihan dengan alasan yang sama.Manajemen mencoba
memberikan penjelasan bahwa pencairan dana untuk PSM sempat terhambat karena
proses administrasi di konsorsium. Husain mengatakan, konsorsium lebih
mengutamakan klub lain yang lebih dulu mendaftar dibandingkan PSM.Namun, ada
desakan dari pemain sehingga manajemen memaksa konsorsium mencairkan lebih
awal. Kendati sudah mendapat penjelasan dan janji dari manajemen, sesi latihan
sore skuad Juku Eja tetap tidak berjalan mulus.
Saat semua pemain sudah berada di Lapangan Karebosi untuk siapsiap melakukan latihan, mereka tiba-tiba berkumpul dan menanyakan gaji dan DP yang dijanjikan. Sejak tiba di lapangan pukul 15.30 hingga pukul 16.30 Wita,para pemain tetap tidak melakukan latihan. Namun,Asisten Pelatih PSM Liestiadi mencoba memberi penjelasan setelah menghubungi langsung manajemen PSM yang masih berada di Jakarta untuk mengikuti rapat konsorsium LPI. “Pemain sempat tidak mau latihan karena menanyakan gaji mereka. Saya jugatidakbisasalahkanpemain karenahalituhakmerekajuga.Disisi lain,pemain juga harus tetap bersemangat saat di lapangan.
Artinya,antara pemain dan manajemen harus saling mengerti,”ungkap dia. Kendati memilih tetap latihan, para pemain masih mengancam mogok latihan hari ini jika belum juga dibayar. Mereka juga tidak akan melakukan latihan pagi hari ini. Sesuai kesepakatan antara pemain dan manajemen, paling lambat pukul 13.00 Wita,hari ini,sudah diterima. (SI-muh syahrullah)
Saat semua pemain sudah berada di Lapangan Karebosi untuk siapsiap melakukan latihan, mereka tiba-tiba berkumpul dan menanyakan gaji dan DP yang dijanjikan. Sejak tiba di lapangan pukul 15.30 hingga pukul 16.30 Wita,para pemain tetap tidak melakukan latihan. Namun,Asisten Pelatih PSM Liestiadi mencoba memberi penjelasan setelah menghubungi langsung manajemen PSM yang masih berada di Jakarta untuk mengikuti rapat konsorsium LPI. “Pemain sempat tidak mau latihan karena menanyakan gaji mereka. Saya jugatidakbisasalahkanpemain karenahalituhakmerekajuga.Disisi lain,pemain juga harus tetap bersemangat saat di lapangan.
Artinya,antara pemain dan manajemen harus saling mengerti,”ungkap dia. Kendati memilih tetap latihan, para pemain masih mengancam mogok latihan hari ini jika belum juga dibayar. Mereka juga tidak akan melakukan latihan pagi hari ini. Sesuai kesepakatan antara pemain dan manajemen, paling lambat pukul 13.00 Wita,hari ini,sudah diterima. (SI-muh syahrullah)
2.
Terancam gagal mainnya
timnas U-21 di ajang Sea Games pada
Maret lalu.
3. Proses
naturalisasi pemain asing jadi terhambat.
Konflik
antara Liga Primer dengan Liga Super di Indonesia terus berkepanjangan.
Akibatnya para pemain yang menjadi korban. Proses naturalisasi Kim Jeffrey
Kurniawan terhambat karena Persema pindah dari ISL ke LPI.
Menurut pelatih Persema Malang Timo Scheunemann, sampai hari ini SK WNI Kim Kurniawan tidak pernah sampai ke tangannya. Ia akan menyampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Senin ini mengenai hambatannya.
Menurut pelatih Persema Malang Timo Scheunemann, sampai hari ini SK WNI Kim Kurniawan tidak pernah sampai ke tangannya. Ia akan menyampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Senin ini mengenai hambatannya.
"Tadinya
Badan Tim Nasional (BTN) itu akan memberikan SK itu kepada Kim selama AFF Cup,
Desember 2010. SK ini oleh BTN diberikan kepada ketua umum PSSI, Nurdin Halid.
Dengan alasan Nurdin Halid yang akan menyerahkan langsung kepada Kim Kurniawan.
Tapi ternyata sampai sekarang tidak terlaksana juga dan Kim masih belum
menerima SK itu."
Alasannya diduga karena Kim bermain di tim LPI. "Karena KIM kemudian masuk LPI bersama Persema, akhirnya SKnya tidak jelas berada dimana."
Alasannya diduga karena Kim bermain di tim LPI. "Karena KIM kemudian masuk LPI bersama Persema, akhirnya SKnya tidak jelas berada dimana."
Pelanggaran
HAM
Timo
belum pernah menanyakan langsung kepada Nurdin Halid, tapi kepada pihak BTN.
Tapi ia menduga penghambatan ini karena Persema pindah dari ISL ke LPI. Seharusnya
menurut Timo, walaupun ada persilangan antara LPI dengan PSSI, tidak semustinya
pemain dikorbankan. "Karena Kim kan individu. Sebagai warga negara
Indonesia, terlepas dari PSSI atau LPI. Jadi ini sudah melanggar hak-hak asasi
manusia," ungkapnya pada Radio Nederland.
Usaha
pria keturunan Jerman itu bukan hanya ke BTN saja. "Saya juga sudah
beberapa kali minta LPI untuk mengurus, tetapi mereka juga kurang cepat dalam
menangani, mungkin banyak urusan ya."
Untuk
itu Timo menempuh jalan lain. "Makanya saya langsung ke Menpora, untuk
menyampaikan bahwa SKnya masih di Nurdin Halid." Selanjutnya ia akan
menyampaikan kasus ini ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kebetulan akan
hadir pada acara Murdaya Po. "Pak Po ini yang sejak dari awal membantu Kim.
Beliau memberi kesempatan hari Senin ini bertemu dengan SBY. Saya akan
sampaikan bahwa proses naturalisasi yang ditandatangani oleh presiden, sampai
sekarang tidak ada tindak lanjutnya karena dipegang PSSI."
Bantu
Pemain
Timo
merasa tindakan ini semata-mata hanya karena ingin membantu anak buah yang
kesulitan. "Saya kan hanya pelatih yang ingin membantu pemain."
Sehubungan
dengan berita rencana PSSI mendorong deportasi 22 pemain asing, Timo tidak
terlalu percaya, karena LPI di bawah naungan pemerintah. "Itu tidak
betul. Karena tidak bisa mendeportasi karena LPI kan di bawah pemerintah. Beda
ceritanya kalau LPI tidak dinaungi pemerintah."
Deportasi
Pemain Asing
"Karenanya
tidak mungkin PSSI mendesak pemerintah untuk mendeportasi pemain, padahal
pemerintah sendiri mendukung. Kan ini tidak masuk akal. Kalau FIFA ingin
menindak, ya terhadap organisasi yang berada di bawahnya. Sementara LPI ini
tidak dibawah FIFA. Jadi mau menghukum bagaimana?" Tuturnya kepada
RNW.
Timo
tetap membela kepindahan Persema ke LPI sebagai sebuah langkah yang betul.
"Karena sudah terlalu lama sepakbola Indonesia dicurangi, mencurangi,
mafia wasit, sistem yang tidak jelas."
Alasan
yang paling utama bagi Timo adalah APBD. "Terutama masalah APBD. Selalu
memakai APBD. PSSI selalu bilang, Nurdin Halid selalu bilang pemerintah sudah
seharusnya membela sepakbola bahkan mendukung sepakbola. Itu betul, seluruh
dunia seperti itu. Karena itu kebanggaan bangsa."
Sependapat
dengan Nurdin
Ia
sependapat dengan Nurdin Halid soal dukungan pemerintah, tetapi tidak lewat
APBD. "Tapi dukungannya melalui fasilitas. Melalui ijin keramaian, polisi,
dan lainnya. Bukan memberikan APBD untuk tim profesional. Itu tidak ada di
dunia ini. Sudah waktunya liga profesional itu bebas dari APBD."
Baginya
APBD diprioritaskan untuk kepentingan lain. "APBD itu cocok untuk
akademi-akademi di tingkat-tingkat kota dan kabupaten supaya makin banyak
pemain bola Indonesia yang betul-betul terdidik dari kecil. Sehingga manfaannya
terasa oleh masyarakat luas. Bukan hanya dirasakan oleh 25 orang dalam tim
profesional," tutupnya kepada Radio Nederland.
Keterlibatan Pemerintah dalam PSSI
Pemberitaan mengenai pembekuan (pengurus) PSSI yang mengemuka ternyata kalau dipahami dari pernyataan Menegpora bisa saling bertolak belakang. Ambil contoh judul berita ‘Akhirnya Pemerintah ‘Bekukan’ Kepengurusan PSSI’ dapat ditafsirkan oleh pembaca bahwa Pemerintah memang benar-benar membekukan PSSI. Misalnya dengan mengamini bahwa (kepengurusan) PSSI dibekukan maka sudah terjadi intervensi Pemerintah terhadap PSSI. Dengan dalil-dalil hukum yang dikemukakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 mengenai Sistem Keolahragaan Nasional [SKN] serta peraturan pemerintah diterapkan dalam pembekuan kepengurusan PSSI ini. Pasal 13 UU SKN menyatakan bahwa Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional.
Sumber Dana PSSI
PSSI mendapatkan dana untuk keberlangsungan organisasinya melalui dana APBN yang diberikan pemerintah setiap tahunnya.
Keterlibatan Pemerintah dalam PSSI
Pemberitaan mengenai pembekuan (pengurus) PSSI yang mengemuka ternyata kalau dipahami dari pernyataan Menegpora bisa saling bertolak belakang. Ambil contoh judul berita ‘Akhirnya Pemerintah ‘Bekukan’ Kepengurusan PSSI’ dapat ditafsirkan oleh pembaca bahwa Pemerintah memang benar-benar membekukan PSSI. Misalnya dengan mengamini bahwa (kepengurusan) PSSI dibekukan maka sudah terjadi intervensi Pemerintah terhadap PSSI. Dengan dalil-dalil hukum yang dikemukakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 mengenai Sistem Keolahragaan Nasional [SKN] serta peraturan pemerintah diterapkan dalam pembekuan kepengurusan PSSI ini. Pasal 13 UU SKN menyatakan bahwa Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional.
Sumber Dana PSSI
PSSI mendapatkan dana untuk keberlangsungan organisasinya melalui dana APBN yang diberikan pemerintah setiap tahunnya.
Peran pemerintah terhadap PSSI Memberikan suntikan dana (APBN) untuk operasional PSSI
Data pendukung:
Data pendukung:
Melalui
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng, akhirnya pemerintah
mengambil sikap tegas terkait kemelut yang berlarut-larut di tubuh organisasi
persepakbolaan Indonesia setelah melakukan rapat dengan KONI dan KOI, Senin
(28/3).
"Pemerintah
menyatakan tidak lagi mengakui kepengurusan PSSI saat ini yang diketuai Nurdin
Halid dan Sekjen Nugraha Besoes," kata Menpora.
Andi
menilai kepengurusan PSSI saat ini tidak profesional dan tidak kompeten. Hal
ini dapat dilihat antara lain ditunjukkan dengan kegagalannya menggelar kongres
di Riau.
Selain tidak mengakui kepengurusan Nurdin, Andi menegaskan bahawa pemerintah juga akan menghentikan sementara segala kegiatan PSSI termasuk kucuran dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Selain tidak mengakui kepengurusan Nurdin, Andi menegaskan bahawa pemerintah juga akan menghentikan sementara segala kegiatan PSSI termasuk kucuran dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Namun
khusus untuk kegiatan timnas dengan alasan demi kepentingan nasional kegiatan
pembinaan tetap berjalan seperti biasa. Pasca keputusan pemerintah tidak
mengakui kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI, Nurdin dan rekan-rekannya melakukan
kondolidasi. Menurut pengacara Nurdin, Indra Sahnun Lubis, tidak tertutup
kemungkinan kubu Nurdin akan menggugat Menpora secara perdata ataupun pidana.
"Yang
sangat kita sesalkan tidak pantas Menpora itu berpihak. Dia boleh intervensi,
tapi harus memperbaiki, menyelesaikan masalah. Berpihak itu sangat-sangat jelek
sekali," kata Indra seusai mengikuti pertemuan kubu Nurdin di kediaman
Wakil Ketua Umum PSSI Nirwan Bakrie di Jakarta.
Campur Tangan Menpora terhadap PSSI
Rapat kerja
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan Komisi 10 DPR (28/2) menuai
kontroversi, dari beberapa pertanyaan awal yang diajukan anggota Komisi 10
jelas adanya upaya memojokkan pemerintah, terutama dari anggota Fraksi Golkar,
sedangkan beberapa Fraksi lain masih bersikap netral dengan kemelut PSSI.
Pernyataan Menpora Andi Malarangeng tentang Kongres PSSI beberapa waktu yang
lalu, rupanya membuat gerah beberapa anggota Fraksi Golkar dan kemudian
mempertanyakannya kepada Menpora.
Zulfadhli, Anggota Komisi 10 F.Golkar
menuding Menpora telah mengintervensi proses pencalonan Ketum PSSI dengan
mengeluarkan pernyataan yang menekan Komite Banding PSSI, sehingga Komite
Banding PSSI mengeluarkan keputusan yang tidak lazim. “Menpora harusnya jangan
mengintervensi PSSI, karena PSSI adalah organisasi independen dan biarkan PSSI
mengatur rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan pemerintah melalui
Menpora”, ujar Zulfadhli. “Menpora harus fair play menyingkapi kasus PSSI
ini, karena urusan pemilihan Ketum PSSI itu ada aturannya dan Menpora lakukan
pembinaan olahraga Indonesia saja serta jangan fokus mengurus kongres PSSI”,
ujar Kahar Muzakir yang juga dari Fraksi Golkar.
Kontroversi ini akibat pernyataan Menpora
yang menggunakan kewenangannya melalui UU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN),
dimana pemerintah melalui Menpora mempunyai kewenangan melakukan pengawasan
terhadap seluruh elemen olahraga di Indonesia. “Pemerintah dalam hal ini melalui
Menpora melihat persoalan PSSI sudah menjadi persoalan nasional, demo dan
penolakan terhadap pengurus PSSI sekarang menunjukkan bahwa pecinta bola
Indonesia berharap PSSI benar-benar menjalankan lembaga dengan benar demi
kemajuan sepakbola Indonesia”, ujar Menpora. Menpora juga membuka pintu kepada
PSSI, FIFA untuk membuka ruang dialog dan melihat dinamika keinginan pecinta
bola Indonesia yang menginginkan adanya perubahan di PSSI.
Dinamika raker komisi 10 dengan Menpora
menunjukkan bahwa Golkar melalui anggota Fraksi Golkar di Komisi 10 membela
habis-habisan Nurdin Halid dengan PSSI-nya. “Pemerintah harus sadar ketika
melakukan intervensi dengan PSSI maka sepakbola kita akan diberikan sanksi oleh
FIFA yang menyebabkan kita dikucilkan di dunia sepakbola Internasional”, ujar
Zulfadhli. Golkar rupanya tidak benar-benar menerima tekanan Menpora terhadap
Nurdin Halid Cs, Padahal Priyo Budi yang Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar
sudah menegaskan bahwa Partai Golkar tidak mendukung Nurdin Halid untuk proses
suksesi PSSI, walaupun tak dipungkiri Nurdin Halid adalah kader Golkar
9. Turut campurnya FIFA dalam
permasalahan PSSI
Kisruh di tubuh Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia (PSSI) sudah sampai ke telinga para petinggi di Federasi Sepakbola
Dunia (FIFA). Kabarnya, para petinggi FIFA akan membahas khusus polemik yang
terjadi di tubuh induk sepakbola di tanah air itu.
Organisasi sepakbola dunia itu, Selasa (1/3) besok menggelar rapat untuk menentukan nasib PSSI. Rapat Komite Nasional Asosiasi FIFA yang digelar di Zurich, Swiss, itu membahas campur tangan Menpora Andi Malarangeng terhadap PSSI.
Organisasi sepakbola dunia itu, Selasa (1/3) besok menggelar rapat untuk menentukan nasib PSSI. Rapat Komite Nasional Asosiasi FIFA yang digelar di Zurich, Swiss, itu membahas campur tangan Menpora Andi Malarangeng terhadap PSSI.
"Campur
tangan pemerintah jelas sekali pada 25 poin pernyataan Menpora terkait polemik
yang terjadi di PSSI itu," kata Suryadharma Dali Tahir, mengutip Tempo,
Minggu (27/2).
Terkait campur tangan pemerintah Indonesia itu, diduga FIFA akan menjatuhkan
sanksi terhadap PSSI. Namun, Dali yang juga anggota Komite Etik FIFA mengaku sanksi apa bakal dijatuhkan kepada PSSI. Disebutkan Dali, sanksi FIFA berlapis-lapis, "Tapi, saya tidak tahu sanksi dari FIFA apa terhadap Indonesia."
Terkait campur tangan pemerintah Indonesia itu, diduga FIFA akan menjatuhkan
sanksi terhadap PSSI. Namun, Dali yang juga anggota Komite Etik FIFA mengaku sanksi apa bakal dijatuhkan kepada PSSI. Disebutkan Dali, sanksi FIFA berlapis-lapis, "Tapi, saya tidak tahu sanksi dari FIFA apa terhadap Indonesia."
FIFA
merespon dengan cepat apa yang terjadi di PSSI beberapa waktu belakangan ini.
Organisasi sepakbola pimpinan Sepp Blatter itu telah melayangkan surat
peringatan menyusul Komisi Banding Pemilihan PSSI mengumumkan keputusannya
menganulir semua calon ketua umum PSSI.
Menurut
Dali, surat FIFA itu jelas sebagai bentuk penolakan atas adanya intervensi
pemerintah. Dia mengaku khawatir jika akhirnya kisruh di tubuh PSSI menyebabkan
FIFA mengambil keputusan membekukan organisasi induk sepakbola di Tanah Air
itu.
"Jika itu terjadi, Indonesia tidak bisa berlaga di pertandingan leg kedua Pra-Olimpiade di Turkmenistan pada 9 Maret mendatang. Indonesia juga dilarang mengikuti Kualifikasi Piala Dunia, dan SEA Games 2011," ujar Dali.
"Jika itu terjadi, Indonesia tidak bisa berlaga di pertandingan leg kedua Pra-Olimpiade di Turkmenistan pada 9 Maret mendatang. Indonesia juga dilarang mengikuti Kualifikasi Piala Dunia, dan SEA Games 2011," ujar Dali.
Tidak
demikian bagi kalangan penentang Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. Mereka tak
peduli apa pun keputusan FIFA. Mereka justru mendesak pemerintah membentuk tim
seleksi independen dalam pemilihan ketua umum PSSI.
"Kami mendesak pemerintah (Kemenpora) mengambil alih PSSI dari tangan-tangan yang menginginkan status quo, yaitu Nurdin Halid cs," kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Apung Widadi kepad Tribunnews, Minggu (27/2).
"Kami mendesak pemerintah (Kemenpora) mengambil alih PSSI dari tangan-tangan yang menginginkan status quo, yaitu Nurdin Halid cs," kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Apung Widadi kepad Tribunnews, Minggu (27/2).
Apung
juga koordinaditor "Save Our Soccer" mendesak pemerintah membekukan
PSSI hingga kepengurusan PSSI pada periode ini berakhir April 2011 nanti.
"Termasuk tidak memberikan izin pertandingan yang diselenggarakan PSSI
dibawah Nurdin Halid dan Kongres PSSI yang direkayasa hanya untuk melanggengkan
status quo," kata Apung.
Pemerintah jangan takut terhadap ancaman sanksi FIFA, dalam rangka upaya penyelamatan terhadap sepak bola Indonesia dan PSSI. "Sanksi dari FIFA justru menjadi fase untuk memperbaiki kepengurusan PSSI, pembinaan usia muda dan kompetisi ditingkat nasional. Mundur selangkah untuk Maju seribu langkah," tandas Apung.
Pemerintah jangan takut terhadap ancaman sanksi FIFA, dalam rangka upaya penyelamatan terhadap sepak bola Indonesia dan PSSI. "Sanksi dari FIFA justru menjadi fase untuk memperbaiki kepengurusan PSSI, pembinaan usia muda dan kompetisi ditingkat nasional. Mundur selangkah untuk Maju seribu langkah," tandas Apung.
0 komentar:
Posting Komentar